ceritamitosdunia – Seringkali terjadi kesalahpahaman mengenai ketajaman pedang Katana yang dibuat oleh bangsa Jepang. hal ini terjadi karena propaganda era perang dunia 2 yang tersebar melalui gosip dari mulut ke mulut kemudian lestari dalam cerita, novel, film, game dan media lainnya. “pedang samurai” selalu diperlihatkan sebagai sebuah senjata tajam berkualitas tinggi yang memiliki ketajaman super sehingga mampu membelah berbagai macam benda dengan mudah.
Jangankan sekedar memotong pedang ataupun baju pelindung (armor), banyak yang mempercayai bahwa laras senjata mesin yang terbuat dari baja sekalipun bisa dipotong oleh pedang samurai ini. tentu klaim-klaim semacam ini tidak lebih daripada gosip, imajinasi pengarang atau mitos sesat saja. kenyataannya Katana sebagai sebilah senjata tajam yang terbuat dari logam tetap memiliki batasan dan kelemahan yang sama dengan produk logam lainnya.
Seperti halnya pedang yang dibuat oleh peradaban lainnya, Katana memiliki sifat, karakteristik dan kelemahan yang relatif sama. seperti pantangan untuk menghantam objek keras seperti helm, armor atau pedang lainnya dengan sekuat tenaga agar tidak merusak mata potong dan bilah itu sendiri. khusus Katana bahkan terhadap objek “lunak” sekalipun (misal sebatang bambu latihan) pantang digunakan secara sembarangan dengan sekuat tenaga.
Disebutkan bahwa Katana digunakan dengan teknik ayunan seperti gerakan pemancing yang melemparkan mata kail dengan joran. tenaganya harus terkontrol dengan baik, tidak penuh tenaga. alias tidak digunakan seperti halnya memotong kayu dengan golok atau kapak. karena apabila digunakan dengan sembrono Katana justru lebih rawan rusak daripada pedang buatan eropa atau bangsa lainnya.
Menguatkan hal ini ada dokumen dari era peperangan besar di Jepang era yang dikenal sebagai sengoku jidai yang menyebutkan berbagai jenis kerusakan pada Katana dan Tachi, jenis pedang lain yang lebih tua. macam kerusakan dimulai dari bilah yang disebutkan gompal, bengkok, patah sampai dengan yang dituliskan hancur berkeping-keping.
Sebenarnya sebagai sebuah senjata, Katana lebih banyak menuntut dalam artian membutuhkan keahlian tinggi penggunanya agar dapat digunakan dengan “aman”. pengguna yang kurang terlatih bisa dengan mudah merusak pedangnya sendiri karena material baja dalam Katana tidak sebaik yang dimiliki oleh peradaban lainnya. kelemahan baja Katana ini bersumber dari rendahnya kualitas bahan baku besi yang ada di kepulauan Jepang.
Kepulauan Jepang hanya memiliki pasir besi yang kemurniannya sangat bervariasi. pasir tersebut dimurnikan menjadi bongkahan baja tamahagane yang mewarisi masalah kemurnian beserta kandungan karbon yang tidak seragam. hal ini menyulitkan produksi pedang karena tiap bongkahan baja memiliki sifat yang berbeda. ada yang lunak dan bersifat lebih fleksibel seperti per daun, ada yang kekerasannya cukup, ada pula yang begitu keras (brittle) sehingga mudah pecah.
Metode pemurnian pasir besi yang mereka miliki juga tergolong tidak efisien karena hanya bisa menghasilkan beberapa persen baja berkualitas baik dari seluruh bahan baku yang digunakan. dari 1 ton pasir besi hanya beberapa Kg tamahagane yang bisa didapatkan. sebuah proses yang memakan waktu berhari-hari dengan hasil yang tidak seberapa. karena itu prosesnya diisi dengan upacara ritual agar memaksimalkan peruntungan dan nasib baik.
Pengolahan baja semacam ini sudah ditinggalkan oleh peradaban lainnya berabad-abad sebelumnya karena ketersediaan bahan baku dan teknik pengolahan logam yang lebih baik. di Jepang karena sulitnya mengimpor bahan baku besi dari luar maka teknik pengolahan tradisional tetap bertahan. hal ini membuat para pengrajin pedang di Jepang terpaksa menyempurnakan teknik yang ada untuk mengakali buruknya bahan baku yang mereka miliki.
Tidak menyerah dengan hambatan yang ada, para ahli pedang menyempurnakan teknik multiple folding dan laminasi untuk memaksimalkan bahan baku yang ada. multiple folding dilakukan untuk membuang ketidakmurnian dan menyamakan kekerasan dari bilah yang sedang dikerjakan. sedangkan laminasi bertujuan untuk membuat struktur bilah yang ideal dengan menggunakan kombinasi logam lunak, sedang dan keras.
Baja yang bersifat keras digunakan untuk bagian edge atau mata pisau. semakin keras maka ketahanan atau retensi ketajaman dari mata pisaunya semakin awet. kekurangannya adalah mudah pecah karena brittle atau “garing”. karena itu logam yang lebih lunak digunakan sebagai tubuh atau tulang. baja lunak mampu memberikan fleksibilitas seperti per yang mampu menerima benturan sehingga menjaga bilah pedang agar tidak patah.
Dengan teknik laminasi mata pisau bisa saja gompal ketika dihantam dengan keras tetapi pedangnya tidak akan patah dan tetap bisa digunakan. penyatuan baja yang berbeda kekerasan ini memiliki beberapa kombinasi. semakin rumit tentu prosesnya semakin sulit dan membutuhkan keahlian yang lebih tinggi sehingga menjadi langka dan mahal. kebanyakan Samurai hanya menggunakan satu laminasi (Kobuse) atau dua (Honsanmai) karena alasan ekonomi.
Katana premium dengan laminasi yang lebih rumit kualitasnya bisa berkali lipat lebih baik daripada yang hanya dua laminasi tetapi harganya luar biasa mahal dan sudah dianggap barang mewah. lebih mirip benda seni atau harta warisan keluarga sehingga tidak diperlakukan seperti senjata pada umumnya. Katana berkualitas seperti ini hanya dimiliki oleh kaum bangsawan tinggi dan karenanya jarang digunakan secara langsung dalam medan pertempuran.
Bagaimana performa Katana dengan 2 laminasi?
Kemampuan Katana yang dibuat dengan dua laminasi (honsanmai) sudah dianggap menyamai pedang dan persenjataan buatan eropa yang menggunakan biji besi dan teknik pengolahan yang lebih baik. hanya saja apabila bangsa lain bisa memproduksi dalam jumlah besar, pandai besi Jepang dengan teknik multiple folding dan laminasi hanya bisa memproduksi dalam jumlah yang lebih sedikit dengan ongkos per bilah yang jauh lebih mahal.
Soal kekerasan sebagaimana benda tajam lainnya yang terbuat dari besi logam sebuah Katana lumrah bengkok, gompal atau rusak apabila mengalami benturan keras. seperti halnya mata cangkul yang bisa gompal ketika menghantam batu atau bilah golok yang luka akibat menghantam kulit kayu yang keras, demikian juga Katana mengalami masalah yang relatif sama.
Karena itu Katana yang tajam sekalipun harus pandai memilih-milih sasaran. bagian dari lawan yang dilapisi oleh baju pelindung seperti dada dan bahu serta helm tidak akan diserang. apabila nekat maka bisa dipastikan bilah Katana akan menjadi rusak dan tidak bisa digunakan lagi sebagai senjata. kesalahan semacam ini biasanya dilakukan oleh pemula atau amatir yang tidak terlatih dalam teknik penggunaan Katana atau seni pedang.
Bagi Samurai yang terlatih, yang menjadi sasaran adalah celah-celah bagian pelindung di sekitar leher, ketiak, paha serta bagian sendi / artikulasi lainnya. selain itu lengan juga menjadi sasaran karena memiliki lapisan pelindung yang minimal. sedangkan helm atau ketopong baja serta bagian lainnya yang terbuat dari bahan keras atau logam sebisa mungkin dihindari karena berisiko tinggi untuk merusak bilah pedang.
Di medan tempur seorang Samurai yang membawa Katana bagus sekalipun akan memilih tombak atau naginata sebagai senjata utama untuk memulai pertempuran. selain dari jangkauan dan kekuatan yang lebih baik hal ini juga menjaga Katana mereka aman untuk sementara waktu. karena pada fase awal pertempuran kondisinya demikian kacau sehingga sulit bagi mereka untuk menggunakan pedang dengan teknik yang seharusnya.
Salah-salah karena terlalu bersemangat tidak sengaja menghantam sisi pelindung armor lawan yang tebal sehingga Katana berkualitas baik pun bisa rusak. kalau sudah begitu bisa fatal akibatnya karena sang Samurai tiba-tiba tidak memiliki senjata yang seimbang untuk menghadapi lawannya padahal perang baru saja dimulai. karena itu pedang lebih banyak disimpan sebagai senjata cadangan dan hanya digunakan ketika benar-benar dibutuhkan.